Rabu, 31 Oktober 2018

Analisis Puisi Aku karya Chairil Anwar


Aku
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
 Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi!

Parafrase Puisi

 Aku
Kalau (sudah) sampai waktuku (untuk pergi)
'Ku mau tak seorang 'kan merayu (untuk tetap tinggal)
Tidak juga kau
Tak perlu (tangis) sedu sedan(mu) itu
Aku ini (adalah ibarat) binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang (maka harus pergi)
Biar peluru menembus kulitku (hendak menghentikanku)
Aku tetap (akan semakin) meradang (dan tetap) menerjang
Luka (ini) dan bisa (racun ini) kubawa berlari
(terus) Berlari
(aku akan terus berlari) Hingga hilang (rasa) pedih peri (di hati)
Dan aku akan lebih tidak peduli (dengan kenyinyiran orang)
(meski begini) Aku mau (karyaku tetap) hidup (sampai) seribu tahun lagi!

Dari hasil parafrase di atas, dapat diketahui bahwa, puisi Aku karya Chairil Anwar tersebut menggambarkan semangat untuk terbebas dari kungkungan keadaan. Si Aku sadar bahwa, usahanya untuk ' menentang zaman'  pasti akan membuatnya diasingkan (terbuang), bahkan harus siap disakiti (ditembus peluru).
Tapi tokoh 'Aku' akan tetap menerjang segala rintangan itu, tidak memedulikan rasa sakitnya yang akan hilang dengan sendirinya. Bahkan dia sama sekali tidak akan peduli, hingga suatu saat karyanya benar-benar akan dikenang bahkan hingga seribu tahun lagi.

Analisis Diksi Puisi Aku karya Chairil Anwar
Dilihat dari diksi atau pilihan kata yang digunakan oleh Chairil Anwar, ada beberapa yang bisa dianalisis. Antara lain penggunaan rima, dan kata kiasan (makna konotasi) dalam puisi, juga ciri khas Chairil Anwar.
Penggunaan Bunyi
Irama yang digunakan oleh Chairil Anwar muncul di hampir setiap bait puisi Aku. Hal ini tampak pada baris-baris berikut ini:
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dalam bait di atas, tampak jelas bahwa ada pengulangan bunyi sengau (ng) yang berulang-ulang dalam satu bait. Ini bukan hal yang tidak disengaja. Penggunaan bunyi berulang seperti ini menunjukkan bahwa pilihan kata yang digunakan benar-benar diperhatikan. Hal yang sama juga tampak pada kata  meradang menerjang  dalam bait berikut ini:
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Penggunaan pengulangan kata yang mirip juga tampak pada kata pedih peri dalam baris berikut:
Hingga hilang pedih peri
Dalam baris tersebut, ada dua kata yang hampir serupa bunyinya yaitu kata pedih dan kata peri  yang sama-sama diawali suku kata pe dan suku kata kedua mengandung bunyi  i.

Penggunaan Aliterasi
Aliterasi adalah pengulangan bunyi vokal yang terdapat dalam satu kalimat. Dalam puisi Aku karya Chairil Anwar ini terdapat beberapa aliterasi yang dapat dianalisis.
Luka dan bisa kubawa berlari
Dalam baris di atas, terdapat aliterasi b.Pengulangan bunyi /b/ terdapat pada kata bisa, bawa, dan berlari. Pengulangan bunyi  b ini memperkuat keindahan bunyi pada puisi Aku.
Hingga hilang pedih peri
Puisi  aku juga mengandung aliterasi h yang tampak pada baris di atas. Ada yang digunakan sebagai awal kata pada hingga dan hilang juga digunakan di akhir kata yaitu pedih. Penggunaan bunyi  h yang berulang menunjukkan makna kesedihan.

Ciri Khas Chairil Anwar
Hampir dalam setiap puisinya, Chairil Anwar melakukan penghilangan bunyi  untuk kata-kata yang sudah umum diketahui. Dalam beberapa puisi yang lain, Chairil bahkan menghilangkan bunyi  ma dalam kata manusia sehingga hanya menjadi  'nusia.
Dalam puisi Aku ini, si Binatang Jalang ini, 'hanya' menghilangkan bunyi 'a' pada kata aku dan kata akan. Sehingga hanya menjadi  'Ku dan 'kan seperti tampak pada baris:
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Pemendekan (atau lebih tepatnya pemotongan kata) seperti ini menjadi ciri khas Chairil Anwar dan menjadi pelopor di Zamannya.

Tema dan Amanat
Puisi adalah karya sastra di zamannya dan bisa dimaknai lintas waktu menembus masa. Puisi Aku karya Chairil Anwar ini ditulis (digubah) dalam masa penjajahan Jepang yang sangat represif. Maka dari itu, puisi ini bisa dimaknai sebagai puisi yang bertemakan kesanggupan diri melawan kemapanan, berjuang menjadi bangsa yang bebas dalam berkarya dan mengarungi hidup. Chairil menggambarkan hal itu sebagai 'berlari'. Bergerak dengan sangat cepat.
Meskipun sifat dan sikapnya itu akan memunculkan kesulitan dan mendapat ancaman dari berbagai pihak, dia tidak pernah peduli. Karena dia yakin bahwa, suatu saat karya dan sikapnya akan tetap dikenang, bahkan sampai seribu tahun lagi.
Jadi, tema dalam puisi aku adalah menjadi diri sendiri yang bebas dari penjajahan.

Adapun amanatnya adalah: Mari terus berjuang, meski merasakan sakit. Karena di akhir perjuangan pasti akan ada kemenangan.


sumber : agustiastono.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar